Jumat, 19 Agustus 2011

Strategi Pembinaan Kesehatan Reproduksi Anak Usia Pendidikan Dasar

Di negara-negara berkembang 12,2 milyard anak usia di bawah 5 tahun meninggal setiap 5 tahun, dengan penyebab kematian yang sebenarnya dapat dicegah hanya dengan beberapa dolar saja. Sebagian besar dari mereka meninggal karena ketidak acuhan dunia, karena kemiskinannya. Walaupun kelompok usia lanjut akan naik dua kali lipat pada tahun 2005, akan tetapi proporsi terbesar adalah usia di bawah 15 tahun diperkirakan 30,2%; angkatan kerja bertambah dengan pertumbuhan 2,3% dan wanita yang memasuki pasar kerja meningkat 4 kali lipat pada tahun 2000 (Depkes, 1999).
Pernah diberitakan ada seorang bayi yang mati di pangkuan ibunya sebelum sempat mendapatkan imunisasi, walaupun kenyataan menunjukkan bahwa 8 dari 10 anak di dunia telah mendapatkan vaksinasi untuk melawan 5 penyakit utama yang sering menyerang anak-anak, tidak akan dapat membendung duka orang tua.
Sejak tahun 1980 angka kematian bayi telah turun 25% sedangkan angka harapan hidup meningkat menjadi 65 tahun. Jurang antara si miskin dan si kaya, antara satu populasi dengan lainnya, antara umur, seks, terlihat semakin mendalam.
Sehingga sebagian orang di dunia berpendapat bahwa sekarang ini setiap langkah kehidupan mulai dari anak-anak sampai orang tua mulai dibayang-bayangi oleh kemiskinan, ketidakadilan dan beban penderitaan serta penyakit.

Untuk sebagian orang, prospek peningkatan angka harapan hidup justru terlihat sebagai hukuman, bukan anugerah. Walaupun sebelum akhir abad ini, kita sudah dapat hidup di dunia tanpa poliomyelitis (radang akut sumsum tulang belakang disebabkan adanya virus), tanpa kasus baru lepra, kematian neonatal akibat tetanus dan meastes, tapi dana yang dipergunakan untuk menjaga dan meningkatkan taraf kesehatan di negaranegara berkembang saat ini, hanyalah sekitar 4 dolar Amerika. Suatu jumlah yang kirakira sama dengan uang recehan atau uang kembalian yang biasa terdapat di kantong atau dompet orang-orang di negara maju.
Seorang yang hidup di negara termiskin, memiliki angka harapan hidup 43 tahun, di negara maju memiliki angka harapan hidup 78 tahun (WHO, 2000 ). Seorang yang kaya dan sehat memiliki angka harapan hidup dua kali lebih panjang daripada orang miskin dan sakit. Laporan ini pertama kali ditujukan untuk menguji beban kesakitan yang tidak saja disebabkan oleh penyakit, tapi juga oleh umur, karena ternyata penyakit sangat dipengaruhi oleh spektrum umur. Oleh sebab itulah analisis status kesehatan telah dilaksanakan mulai dari bayi, anak, remaja, orang dewasa dan orang tua.
Seorang yang hidup di negara termiskin, memiliki angka harapan hidup 43 tahun, di negara maju memiliki angka harapan hidup 78 tahun (WHO, 2000). Seorang yang kaya dan sehat memiliki angka harapan hidup dua kali lebih panjang daripada orang miskin dan sakit. Laporan ini pertama kali ditujukan untuk menguji beban kesakitan yang tidak saja disebabkan oleh penyakit, tapi juga oleh umur, karena ternyata penyakit sangat dipengaruhi oleh spektrum umur. Oleh sebab itulah analisis status kesehatan telah dilaksanakan mulai dari bayi, anak, remaja, orang dewasa dan orang tua.
Berdasarkan data yang tersedia dan dapat dipercaya serta layak untuk dipertimbangkan, 10 penyebab utama dari kematian, kesakitan dan ketidak mampuan / serta kecacatan telah dapat diidentifikasi. Penjelasan WHO (2000) tersebut dilakukan untuk menjembatani kesenjangan yang ada dalam masalah kesehatan, memperkirakan tren kesehatan di tahun–tahun mendatang, juga usaha untuk merencanakan kesatuan umat manusia di masa datang, suatu masa di mana seorang bayi tidak lagi mati di pangkuan ibunya akibat keterlambatan imunisasi.
Kesehatan Anak
Angka kematian untuk anak-anak di bawah 5 tahun pada tahun 2000 lebih dari 12,2 milyard. Penyebab kematian di negara berkembang sebagian besar dapat dihindari kalau saja diberi kesempatan untuk memiliki fasilitas kesehatan yang sama dengan negara maju. Gap antara negara berkembang dan negara maju di bidang kesehatan anak dan bayi ini merupakan suatu contoh nyata ketidakadilan dunia di bidang kesehatan (Atmadja,2003).
WHO (2000) melaporkan, malnutrisi termasuk penyumbang besar bagi penyebab kematian dan kesakitan anak-anak, walaupun hal ini sering terabaikan. Di tahun 1990 lebih dari 30% anak-anak di dunia yang berusia di bawah 5 tahun memiliki berat badan (BB) yang kurang dari seharusnya. Sedangkan 43% dari anak-anak di negara berkembang, yaitu sekitar 230 milyard, memiliki BB yang kurang dari semestinya. Sebagai akibat kekurangan iodium (Hasibuan, 2004). Kurang iodium ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di 118 negara termasuk di dalamnya adalah Indonesia, 120.000 bayi lahir dengan keadaan mental terbelakang, kekerdilan, tuli dan bisu bahkan lumpuh. Sedangkan 25% dari anak di bawah usia 5 tahun di negara berkembang memiliki risiko kekurangan vitamin A.
Namun sekarang telah ada perbaikan dalam dunia kesehatan anak, yang terlihat sejak tahun 1993, angka kematian anak akibat panyakit yang telah dapat dicegah dengan vaksinasi mengalami penurunan sebesar 1,3 milyard jika dibandingkan dengan tahun 1985. Meskipun demikian masih ada sekitar 2,4 milyard anak-anak di bawah usia 5 tahun yang meninggal akibat cacar, neonatal tetanus, TBC, pertusis dipteri dan poliomyelitis (Agoestina, 1999) bahkan ada juga tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Sehingga kemajuan di bidang imunisasi ikut terkikis bahkan menjadi berbalik, karena kondisi ekonomi masyarakat yang miskin.
Setiap tahunnya, di negara berkembang, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), khususnya pneumonia (radang paru karena masuknya benda asing) telah membunuh lebih dari 4 miliar anak di bawah usia 5 tahun (terjadi kematian setiap detik) dan hal ini juga menjadi penyebab utama kecacatan pada anak-anak. Pengurangan angka kematian sangatlah penting. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan menghilangkan bakteri yang menjadi penyebab infeksi dengan antibiotik yang harganya sangat murah.
Penyakit diare, khususnya yang disebabkan kurangnya air bersih dan sanitasi lingkungan juga turut berperan serta atas kematian 3 milyard anak per tahun di negara berkembang (1 anak setiap 10 detik). Dan adanya hubungan yang sinergis antara kemiskinan dan kurangnya pengetahuan. Kematian akibat diare seharusnya dapat di cegah dengan pemberian garam rehidrasi oral yang hanya menghabiskan biaya sekitar 0,07 dolar AS (Sullivan, 1995).
Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
Di dunia jumlah anak 2,3 milyard atau 40 % dari total penduduk berusia di bawah 20 tahun. Meskipun remaja dan dewasa muda pada umumnya sehat, tapi mereka mudah sekali terkena peyakit-penyakit sosial seperti eksploitasi, ketidakadilan dan risk behaviour. Jika anak-anak remaja menyia-nyiakan kesehatannya di usia muda, maka dunia akan kehilangan kesehatannya di masa mendatang. Pola tingkah laku yang di bentuk pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh dunia orang dewasa dan akan sangat menentukan kehidupannya di masa datang serta kesehatan masyarakat dunia pada umumnya.
Di beberapa negara pelayanan kesehatan sering kali tidak mengacuhkan kebutuhan remaja, dan ada pemikiran bahwa pendidikan, pelatihan dan pekerjaan untuk orang muda belumlah sesuai. Edukasi, walaupun sering terabaikan, adalah hal yang vital dan merupakan penyumbang yang paling besar bagi peningkatan kesehatan anak dan remaja. Sekolah merupakan ajang untuk memberikan pengetahuan / pendidikan mengenai praktik fertilitas yang bijaksana, karena sekolah berkaitan erat dengan status kesehatan dan angka kehamilan.
Sebuah papan tulis dan sepotong kapur akan sangat berpengaruh seperti layaknya antibiotik dan kontrasepsi dalam perlindungan kesehatan. Perbaikan pendidikan bagi remaja pada umumnya dan remaja putri pada khususnya, adalah salah satu jalan yang paling efektif dalam mempromosikan dan meningkatkan taraf kesehatan bagi remaja putri yang nantinya akan melahirkan generasi penerus yang juga sehat.
Penyakit hubungan seksual paling sering diderita oleh orang muda yang aktif melakukan hubungan seksual tanpa memperhatikan resikonya. Rata-rata tertinggi untuk penyakit hubungan seksual terlihat pada kelompok umur 20-24 tahun, diikuti oleh kelompok umur 15-29 tahun dan 25-29 tahun. Namun demikian puncak umur pada anak wanita adalah lebih rendah dibanding anak pria (Atmadja,2003)
Pada saat yang sama, HIV dan AIDS memiliki efek yang menghancurkan orang muda. Di banyak negara berkembang, infeksi HIV terjadi pada orang muda usia 15-24 tahun. Secara keseluruhan diperkirakan 50% dari infeksi global HIV menyerang orang di bawah usia 20 tahun (WHO, 2000). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000) menemukan bahwa 26,35% dari 846 peristiwa pernikahan di Yogya, telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, di mana 50% nya menyebabkan kehamilan. Motivasi utama melakukan hubungan seks adalah suka sama suka (3S) 76% di Jakarta dan 75,6% di Yogyakarta, selebihnya karena pengaruh teman / kebutuhan biologis (14%) dan kurang taat beragama (16%).
Atmadja Sardjana (2003) melaporkan bahwa dari 585 pasangan muda yang datang ke RSB Permata Hati, Malang 78% mengaku melakukan seksual pertama kali dengan pacarnya sebelum menikah, 64% diantaranya di lakukan ketika berumur 16 – 19 tahun, 85% nya melakukan hubungan seksualnya di rumahya sendiri. Dengan demikian harapan generasi penerus yang kelak bertugas sebagai pencari nafkah dan penyambung kehidupan dalam keadaan bahaya.
Banyak industriawan bermutu yang sebenarnya dapat membuat dunia menjadi lebih baik dan menentukan nasib negaranya, secara tragis mengalami kematian jauh lebih awal akibat terinfeksi HIV. Hal-hal lain yang membahayakan kesehatan orang muda adalah tembakau, alkohol, penyalahgunaan obat, eksploitasi, dan sering kali juga karena pekerjaan yang illegal, serta pertumbuhan anak-anak jalanan yang mengkhawatirkan.
Menurut perkiraan terakhir ada sekitar 100 milyard anak jalanan terkena risiko malnutrisi, penyakit infeksi, penyakit hubungan seksual termasuk HIV atau AIDS, dan eksploitasi kriminal dan seksual.
Strategi Pembinaan
Pembinaan kesehatan reproduksi remaja diarahkan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja sebagai bagian dari peningkatan status kesehatannya, dan peningkatan peran serta remaja secara aktif dalam kesehatan keluarga, dengan dukungan kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Peningkatan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan melalui jaringan pelayanan upaya kesehatan dasar dan rujukan yang telah ada, sedangkan penanggulangan permasalahan psikososial yang berkaitan dengan aspek reproduksi dilaksanakan dengan memperbanyak forum konsultasi dan bimbingan kesehatan reproduksi melalui berbagai jalur pembinaan remaja. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Meningkatan kemampuan dan ketrampilan pengelola program di setiap jenjang administrasi dalam rangka penatalaksanaan kesehatan reproduksi remaja. Untuk itu dapat dilakukan dengan lebih mendorong tumbuhnya peran serta berbagai pihak dalam pelayanan, pembinaan dan bimbingan kesehatan reproduksi remaja, perlu dilaksanakan program yang komprehensif, koordinatif serta berkesinambungan. (2) Memprakarsai peningkatan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kesehatan reproduksi remaja, baik lintas sektor maupun lintas program. Dengan cara meningkatkan kemampuan di bidang manajerial dan tekhnologi para pengelola program dan petugas pelayanan di berbagai tingkat agar mampu membina kesehatan reproduksi remaja dengan menggunakan berbagai jalur, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat serta organisasi remaja seperti OSIS, Karang Taruna, Pramuka, Palang Merah Remaja dan sebagainya. (3) Mengembangkan program-program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Hal ini dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, media tradisional dan interpersonal, baik secara langsung maupun terintegrasi dengan program unit dan sektor lain, misalnya PSM, EPIM, BKKBN dan lain-lain. Menyelenggarakan pertolongan (dalam bentuk pelayanan kesehatan langsung) dan pengayoman (dalam bentuk bimbingan) bagi remaja dengan gangguan masalah reproduksi. Melaksanakan fungsi rujukan dalam penanggulangan masalah kesehatan reproduksi remaja.
Sebagai akhir dari buah pikiran ini, yang dapat direnungkan dan dilaksanakan sesegera mungkin yaitu: (1) Meningkatkan peran aktif remaja untuk lebih mengetahui, memahami dan memecahkan masalah kesehatan reproduksi sebagai bagian dari kesehatan diri dan lingkungannya melalui penyuluhan. (2) Mengembangkan perangkat pemantauan dan melakukan monitoring serta evaluasi. (3) Melakukan studi-studi operasional terpilih (pengumpulan data dasar kesehatan reproduksi untuk menilai keberhasilan program, menguji sensitifitas indicator. (4) Melakukan studi-studi untuk mencari metode intervensi yang tepat guna.
Hal-hal tersebut di atas sangatlah penting untuk dilakukan guna mengatasi masalah-masalah kesehatan pada anak dan remaja pada umumnya serta demi kelangsungan hidup generasi mendatang yang sehat, kuat, kreatif dan cerdas.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari

Terbuka Untuk Umum

Silakan kawan-kawan yang berkunjung ke blog ini untuk memberikan saran, masukan dan kritik agar blog ini lebih bermanfaat, karena ini merupakan wadah bagi kita untuk bertukar informasi.
Terima kasih

Followers